*




Minggu, 22 Agustus 2010

Memilih Bentuk Kalsium Untuk Fortifikasi

Oleh Deddy Muchtadi
Sebagian besar (99%) kalsium di dalam tubuh terdapat pada jaringan keras seperti tulang dan gigi, dan sisanya tersebar dalam berbagai macam jaringan tubuh. Fungsi kalsium bagi tubuh selain untuk pembentukan tulang dan gigi, juga penting untuk pertumbuhan, pembekuan darah dan sebagai katalis reaksi biologis. Matriks tulang terbentuk dari kolagen dan karbohidrat, yang merupakan sepertiga bagian tulang. Kepada matriks tersebut ditempelkan kalsium (prosesnya disebut kalsifikasi atau osifikasi) dalam bentuk kristal Ca-fosfat dan Ca-hidroksida (hidroksipatit). Selain kalsium-fosfat bagian tulang yang keras (bone shaft) juga mengandung Mg, Zn, Na, karbonat dan fluorida.
Selama hidup orang dewasa, tulang mengalami pembaharuan dan pembentukan kembali, disesuaikan untuk menahan berat badan. Untuk itu dilakukan ”deposisi” dan ”resopsi” tulang, yang dilaksanakan oleh sel-sel “osteoblasts” (pembentuk tulang) dan “osteoclasts” (penghancur tulang). Sel-sel tersebut bekerja terhadap matriks tulang dan Ca-fosfat. Pada orang dewasa sekitar 20 % tulangnya diganti setiap tahun, dan sekitar 600 – 700 mg Ca disimpan dalam tulang yang baru dibentuk. Setelah umur 40 tahun, pada wanita jumlahnya berkurang sekitar 9 % (mulai dari menopause sampai berumur 75 tahun).

“Osteoporosis” adalah kondisi yang menunjukkan terjadinya reduksi kalsium dari tulang. Hal ini dapat terjadi pada orang dewasa (terutama wanita) bila konsumsi kalsiumnya rendah dan fisiknya kurang aktif. Bila kadar kalsium dalam darah berkurang, maka kalsium dari tulang akan diambil untuk meningkatkan kadar kalsium dalam darah. Kalsium dari makanan (minuman) yang dikonsumsi akan ditranspor ke tulang untuk menggantikannya. Apabila seseorang kurang mengonsumsi makanan (minuman) kaya akan kalsium, maka tidak terdapat cukup kalsium dalam darah untuk mensuplai tulang. Akibatnya tulang akan kekurangan kalsium dan kondisi ini dikenal dengan sebutan “osteoporosis”.

Kecukupan konsumsi kalsium dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Untuk Indonesia, angka kecukupan gizi (AKG) kalsium adalah: untuk laki-laki dan wanita dewasa sekitar 800 mg per hari. Otoritas nasional di berbagai negara mempertimbangkan kembali rekomendasi angka kecukupan konsumsi kalsium dalam rangka mengatasi defisiensi kalsium. Sebagai contoh, US National Institute of Health (NIH) meningkatkan jumlah optimal konsumsi harian kalsium untuk berbagai golongan masyarakat: untuk orang dewasa (25 - 65 tahun) kecukupan konsumsi kalsiumnya ditetapkan sebesar 1000 mg per hari, sedangkan untuk orang lanjut usia (> 65 tahun) dan ibu-ibu menyusui, kecukupan konsumsinya ditetapkan sebesar 1500 mg per hari.

Konsumsi kalsium untuk pencegahan osteoporosis
Penyerapan kalsium dari makanan (minuman) yang dikonsumsi pada orang dewasa tidak efisien; pada kondisi terbaik adalah sekitar 30 – 50 % dari jumlah yang dikonsumsi, sedangkan pada kondisi lain hanya sekitar 10 - 30%.
Penyerapan kalsium merupakan proses yang kompleks, dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain: jumlah kalsium dalam makanan, ketersediaannya (kalsium dapat terikat oleh fitat, oksalat, dan lain-lain), umur, jenis kelamin, obat-obatan yang dikonsumsi dan zat gizi lain. Umumnya wanita menyerap kalsium lebih sedikit dibandingkan dengan pria.

Di seluruh dunia, ”osteoporosis” (kerapuhan tulang) merupakan penyakit yang kurang mendapat perhatian, padahal penyakit ini telah menimpa jutaan orang dan mengakibatkan penderitaan berkepanjangan. Bahkan secara ekonomi hal ini merugikan, karena menurunnya produktifitas kerja. Telah diperhitungkan bahwa sekitar satu dari tiga wanita dan satu dari delapan laki-laki yang berumur lebih dari 50 tahun, menderita osteoporosis. Usaha yang telah dilakukan untuk mencegah dan mengobati osteoporosis adalah meningkatkan konsumsi kalsium, baik dengan cara meningkatkan konsumsi bahan pangan sumber kalsium (misalnya, susu dan produk olahan susu, brokoli, kubis, kacang-kacangan), maupun melalui fortifikasi (penambahan) kalsium pada bahan pangan, atau dengan cara mengonsumsi suplemen kalsium.
Fortifikasi kalsium dan
berbagai pertimbangannya
Kalsium yang telah digunakan untuk fortifikasi sangat banyak ragamnya yang terdiri dari garam kalsium organik maupun anorganik. Contoh penggunaan berbagai jenis kalsium dalam berbagai minuman (beverages) disajikan pada Tabel 1.
Pemilihan jenis garam kalsium yang digunakan tergantung pada beberapa macam faktor, seperti kelarutan dalam air, kadar kalsium, rasa dan bioavailabilitas (seberapa banyak Ca dapat diserap oleh usus). Harga (ekonomi) juga merupakan faktor penting yang harus dipertimbangkan.

Bila produk yang akan difortifikasi dengan kalsium berupa cairan (minuman) atau nantinya pada saat dikonsumsi berupa cairan (minuman), maka sifat kelarutan dalam air dan kestabilannya dalam larutan, merupakan faktor utama yang harus diperhatikan. Terdapat beberapa macam garam kalsium yang mempunyai sifat kelarutan yang baik, misalnya Ca-glukonat, Ca-laktat dan Ca-laktat-glukonat; akan tetapi garam-garam tersebut mempunyai kadar kalsium yang rendah (Tabel 2). Sebaliknya, garam kalsium yang mempunyai kadar kalsium yang tinggi, seperti Ca-karbonat dan Ca-fosfat, kelarutannya dalam air sangat rendah, sehingga jarang digunakan untuk fortifikasi minuman.

Trikalsium-sitrat memberikan kombinasi yang baik: bentuk yang paling banyak digunakan adalah bentuk tetrahidrat (4H2O), dengan kadar kalsium yang cukup tinggi (21 %) dan kelarutan yang moderat (0,9 g/l). Sifat kelarutan garam kalsium dalam air sangat dipengaruhi oleh pH (keasaman) larutan, di mana kelarutan garam kalsium akan meningkat dengan meningkatnya keasaman (menurunnya pH). Trikalsium-sitrat menunjukkan kelarutan yang lebih baik pada pH lebih rendah dari 4,5; Berbeda dengan garam kalsium lain, trikalsium-sitrat lebih mudah larut pada suhu rendah.

Kalsium-laktat yang tersedia dalam bentuk pentahidrat (5H2O), mengandung 13 % kalsium. Garam kalsium ini mempunyai sifat kelarutan dalam air yang tinggi (9,3 g/l), sehingga paling banyak digunakan dalam industri minuman. Berhubung kadar kalsium-nya yang relatif rendah, banyak industri pangan yang menambahkan kalsium-laktat dalam jumlah tinggi ke dalam produknya, dengan tujuan untuk mencapai konsentrasi yang diperlukan agar dapat menampilkan klaim gizi untuk kalsium.
Penambahan kalsium laktat dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan makin banyaknya ion-ion kalsium bebas yang terdapat dalam larutan. Ion kalsium bebas tersebut mudah bereaksi dengan senyawa-senyawa lain, misalnya protein bebas, tartrat atau fosfat, membentuk senyawa yang tidak larut.

Walaupun kalsium-glukonat dapat stabil dalam larutan, namun karena kadar kalsiumnya rendah, tidak banyak industri pangan yang menggunakannya sebagai fortifikan kalsium. Tetapi karena sifatnya yang memberikan rasa netral dan mudah larut dalam air serta kadar airnya rendah, kalsium glukonat kadang-kadang digunakan untuk fortifikasi serbuk minuman, karena dengan cara ini dapat mensuplai kalsium dalam jumlah cukup tinggi per sajian.

Kalsium-laktat-glukonat merupakan garam kalsium yang sangat mudah larut dalam air. Nampaknya terjadi sinergi antara laktat dan glukonat yang menyebabkan kelarutannya sangat tinggi (45 - 50 g/l); bandingkan dengan kalsium-laktat dengan kelarutan hanya sebesar 9,3 g/l dan kalsium-glukonat dengan kelarutan hanya sebesar 3,5 g/l. Karena kestabilannya dalam larutan, kalsium-laktat-glukonat banyak digunakan untuk fortifikasi minuman yang jernih tanpa harus menambahkan bahan pengkelat (chelating agent).
FruitCalTM merupakan campuran asam sitrat, asam malat dan kalsium-hidroksida yang dipatenkan oleh Procter & Gamble. Campuran tersebut yang kadang-kadang disebut sebagai ”kalsium-sitrat-malat”, bersifat sangat mudah larut dalam air. Pada waktu ini garam kalsium tersebut digunakan untuk fortifikasi kalsium dalam saribuah.
Pada umumnya, dengan meningkatnya jumlah kalsium, terutama yang tidak larut air seperti kalsium-karbonat dan kalsium-fosfat, cenderung untuk memberikan rasa berkapur (chalky mouthfeel) di mulut dan menyebabkan timbulnya rasa pahit pada produk yang difortifikasi. Pada konsentrasi tinggi, kalsium-laktat dapat memberikan sedikit rasa pahit atau rasa susu. Kalsium-karbonat dapat memberikan rasa sabun atau rasa lemon. Kalsium-fosfat tidak memberikan flavor (bland flavour), namun dapat memberikan rasa berpasir di mulut.

Pengaruh negatif garam kalsium terhadap rasa dapat ditutupi dengan menambahkan bahan pengkelat (misalnya tri-kalium-sitrat) atau dengan menambahkan bahan penstabil (misalnya karagenan), atau juga dengan menambahkan flavoring. Sejauh ini, tri-kalsium-sitrat, kalsium-laktat-glukonat dan kalsium-glukonat dianggap yang paling netral atau tidak memberikan rasa, sehingga tidak diperlukan penambahan bahan lain untuk menutupi rasa.



Keefektifan kalsium sebagai fortifikan tergantung pada bioavailabilitasnya, yang berarti seberapa banyak kalsium yang dapat diserap oleh usus dan digunakan oleh tubuh. Seperti telah diutarakan sebelumnya, secara rata-rata hanya sekitar 10 - 30 % kalsium yang dapat diserap oleh usus orang dewasa sehat. Beberapa macam faktor dapat mempengaruhi bioavailabilitas kalsium, diantaranya jenis garam kalsium yang digunakan untuk fortifikasi. Demikian pula hasil-hasil penelitian menunjukkan bahwa bioavailablitas garam kalsium organik lebih tinggi dibandingkan dengan garam kalsium anorganik. Flyn dan Cashman (1999) yang bekerja dengan garam-garam kalsium organik (tri-Ca-sitrat, Ca-laktat, Ca-laktat-glukonat dan Ca-glukonat), menyimpulkan bahwa bioavailabilitas kalsium-nya tidak berbeda, walaupun kelarutannya dalam air tidak sama (lihat Tabel 2).
Pertimbangan ekonomi dalam pemilihan jenis garam kalsium yang akan digunakan untuk fortifikasi, seyogyanya tidak hanya berpatokan pada harganya, tetapi faktor-faktor lain harus diperhitungkan. Faktor-faktor lain tersebut antara lain: kadar kalsium, bioavailabilitas, kestabilan dalam larutan dan pengaruh terhadap rasa.
Prof. Deddy Muchtadi
Departemen Ilmu & Teknologi Pangan
FATETA-Institut Pertanian Bogor
Referensi
  • Jungbunzlauer Ladenburg GmbH, Germany, 2002. The challenge of calcium fortification in beverages. Innovations in Food Technology. Issue 14, February 2002.
  • Flynn A dan K Cashman, 1999. Calcium. Di dalam R Hurrel (ed). The Mineral Fortification of Foods. Leatherhead International Ltd, Surrey, England.
  • National Institutes of Health, 1994. Optimal Calcium Intake, NIH Consensus Statement Online 1994 June 6-8, 12 (4), 1-31, Bethesda, MD.
  • National Research Council, 1989. Calcium. Di dalam Recommended Dietary Allowances: 10th edition. Report of the Subcommittee on the Tenth Edition of the RDA. Food and Nutrition Board and the Commission of Life Sciences. National Academy Press, Washington D.C. 174-184.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan tinggakan komentar anda dibawah ini...
Terima kasih...